Kamis, 25 Desember 2008

OBAMA WAY: KUNCI MENJADI SERVICE LEADER


Membaca majalah mandiri edisi 244 tanggal 8 September 2008 mengenai acara bertajuk "journey to service leader" ada satu pertanyaan terlintas dalam benak saya. Apakah acara seperti itu akan bisa diadakan tahun depan, dua tahun depan, atau secara kontinyu sampai beberapa tahun ke depan? Manajemen telah mencanangkan bahwa Bank Mandiri harus bisa menjadi service legend. Artinya, bicara service excellence hanya satu-satunya nama yang terpatri dalam pikiran para nasabah yaitu Bank Mandiri. Tetapi menjadi sebuah legenda bukanlah pekerjaan yang gampang. Seperti kata sejarah "you can’t be a legend without a great story". Bank Mandiri membutuhkan sebuah pencapaian yang luar biasa yang akan membuatnya layak mendapat gelar a service legend. Melihat antusiasme ratusan bahkan mungkin ribuan karyawan yang hadir dalam pesta tersebut saya sangat yakin menjadi service leader bahkan service legend dapat kita wujudkan bersama.
Bicara service leader, saat ini sampai 20 Januari 2009 tahun depan di Amerika Serikat (AS) sedang berlangsung pesta demokrasi yaitu pemilihan presiden baru AS. Dua kandidat yaitu Barack Obama dari partai Demokrat dan John McCain dari partai Republik bisa dikatakan merupakan para leader dari partainya masing-masing. Merekalah orang-orang terdepan partai yang menjadi ekspektasi para pemilihnya. Minggu lalu telah diadakan debat calon presiden (presidential debate) pertama sebagai ajang promosi para kandidat agar para pemilih bisa menentukan pilihannya.
Sehabis menonton debat calon presiden AS tersebut jelas terlihat dua posisi yang tetap mereka pegang sejak awal pencalonan mereka. Obama adalah seorang demokrat yang sangat menentang keterlibatan negaranya dalam Perak Irak dan menganggap isu krisis keuangan yang sedang melanda AS lebih penting daripada rencana penambahan bujet pertahanan militer, sementara McCain adalah seorang Republikan yang selalu menggembar-gemborkan kemenangan pasukan AS di Irak dan Afganistan sehingga perlu dipertahankan.
Pro status quo ala McCain versus Change ala Obama adalah salah dua dari tiga sikap yang saat ini menjadi alternatif pilihan masyarakat AS. Pilihan ketiga adalah yang masyarakat belum menentukan sikap. Jika diibaratkan dunia bisnis juga terdapat tiga jenis pelanggan yaitu poor customers yaitu pelanggan yang hanya sekali bertransaksi dengan kita setelah itu tidak sama sekali, good customers yaitu pelanggan yang datang lebih dari sekali tetapi hanya melakukan transaksi yang memberikan share of wallet yang kecil bagi kita dan dengan mudah berpindah ke tempat lain yang menawarkan produk lain yang lebih menarik, dan loyal customers adalah nasabah yang sangat terpuaskan dengan produk kita sehingga mereka terus kembali ke kita, meningkatkan cross selling dan product holding, bahkan menjadi pereferensi produk kita kepada orang lain. Memperbesar loyal customer base merupakan tujuan setiap perusahaan karena terbukti biaya untuk meretensi pelanggan lebih murah lima kali dibandingkan biaya untuk memperoleh pelanggan baru.
Kecerdasan dan kemampuan kedua capres AS tersebut relatif sama. Hal ini dibuktikan dengan hasil pooling pendapat dimana perbedaan jumlah dukungan kepadanya masih berimbang. Dalam bisnis pun demikian. Fitur dan benefit semua produk maupun jasa yang ditawarkan oleh para produsen relatif sama. Kita misalkan kedua capres AS tersebut adalah para calon terbaik bagi masyarakat AS (top of their minds) saat ini. Mereka memang terbukti mampu mengalahkan beberapa kandidat yang juga tidak kalah cerdas dan populernya. Sebutlah Hillary Clinton dan Rudi Gulliani. Bagaimana mereka dapat melakukan hal tersebut? Berikut adalah beberapa resep mereka yang bisa menjadi kunci untuk menjadi service leader.
MENJADI BERBEDA DAN TERAPKAN THE PLATINUM RULE
Baik Obama maupun McCain jelas merupakan kandidat terpilih dari partainya masing-masing. Mereka telah melalui proses penyaringan yang ketat dan berhasil menyisihkan beberapa kandidat lainnya. Obama, misalnya. Saat ini saja ia sudah menjadi legenda di kalangan kulit hitam Amerika karena keberhasilannya menjadi pecapres dari Partai Demokrat. Apalagi jika ia berhasil menang maka ia akan menjadi presiden pertama berkulit hitam di negara adidaya tersebut. Latar belakang keluarganya pun sangat beragam. Bapak kandungnya adalah seorang negro dari Kenya, ibunya seorang wanita kulit putih dari AS, bapak tiri dan adik tirinya adalah orang Jawa, adik iparnya seorang China Kanada. Dua wartawati Washington Post yaitu Amy Argetsinger dan Roxanne Roberts menulis bahwa tradisi multikultur yang ada dalam keluarga Obama tersebut merupakan aset politik terbesarnya. Obama jadi lebih diterima berbagai kalangan karena dia dianggap lebih memahami aspek keberagaman masyarakat AS yang multikultur. Keberagaman keluarganya dan akibat kedekatannya dengan ibu dan adik tirinya yang perempuan, serta tentu saja istrinya membuat ia dikenal sebagai pribadi yang hangat, santun, dan selalu berpenampilan kalem. Ia nyaris tidak pernah menunjukkan sikap yang agresif walaupun sering disudutkan oleh lawan-lawan politiknya. Bahkan ia menunjukkan rasa hormat kepada lawan politiknya sekalipun, serta mampu menampilkan sosok yang tenang dan persuasif.
Sadar atau tidak Obama dengan sikapnya yang hangat tersebut telah menerapkan salah satu aturan dasar untuk menciptakan service excellence. Aturan tersebut dinamakan The Platinum Rule yang menyatakan bahwa treat people the way they want to be treated. Menurut Dr. Tony Alessandra penulis buku "The Platinum Rule" bahwa "the Platinum Rules mengelompokkan perilaku manusia ke dalam empat basic styles yaitu: director, socializer, relater, dan thinker. Setiap orang memiliki keempat sifat dasar ini dengan tingkat yang berbeda-beda. Pada seseorang ada sifat yang sangat mendominasi sehingga menjadi preferensi perilaku orang tersebut. Hebatnya, seorang Obama memiliki keempat sifat dasar tersebut dengan tingkat yang sangat tinggi pula. Inilah yang menyebabkan dia menjadi pribadi yang unggul (an excellent personality).
MENINGKATKAN KEYAKINAN PARA PELANGGAN AKAN KUALITAS PRODUK
Para pemilih tentu saja memiliki ekspektasi terhadap pilihan mereka. Tentu saja ekspektasi para simpatisan Obama lebih besar dibanding kepada McCain sehingga mereka memilih Obama. Para pemilih tersebut berasal dari level masyarakat yang berbeda dari masyarakat kelas bawah, menengah, sampai kelas atas yang menyebabkan apa yang mereka harapkan dari seorang Obama berbeda-beda. Tapi ketimbang mengumbar janji-janji kepada para pemilihnya, Obama malah terus berupaya untuk meningkatkan keyakinan mereka bahwa dialah kandidat yang paling tepat untuk terjadinya perubahan yang lebih baik. Semua orang dari level manapun pasti menginginkan perubahan dan mereka akan menjadi loyal kepada pemimpin yang mereka yakini mampu membawa mereka ke arah tersebut.
Obama memang berbeda. Dia memang orang yang sangat cerdas lulusan universitas paling terkemuka di AS yaitu Fakultas Hukum Harvard University. Ini sangat berbeda dengan stigma yang masih menjadi anggapan di benak sebagian besar warga Amerika bahwa orang kulit hitam adalah golongan masyarakat yang bodoh dan miskin. Kapasitas intelektualnya ditunjukkannya dengan menulis dua buku yang menjadi best seller yaitu The Audacity of Hope dan Dreams from My Father. Kemampuan intelektualitasnya serta penguasaannya yang sangat dalam terhadap tema-tema yang dibicarakannya sungguh sangat memukau para pemilihnya.
Gerard Van Grinsven, General Manager Ritz-Carlton Hotel di Cleveland dalam sebuah simposium yang diselenggarakan oleh jaringan hotel Ritz-Carltons di tahun 2003 mengatakan bahwa "salah satu kunci sukses jaringan hotel Ritz-Carlton di seluruh dunia adalah apa yang mereka sebut sebagai The Wow Factor. The Wow Factor adalah memberikan keyakinan kepada para pelanggan atas keamanan, kenyamanan, kepuasan, cinta tanpa syarat, dan semua kebutuhan mereka akan dapat dilayani saat mereka berada di hotel kita".
TAHU DENGAN TEPAT APA KEINGINAN PARA PELANGGAN
Menurut beberapa pakar, kunci keunggulan Obama dalam beberapa pooling dibandingkan McCain adalah karena "Obama knows exactly what American’s best interest in mind". Obama lebih peduli terhadap isu kesehatan, pendidikan, bahkan krisis finansial yang sedang dihadapi oleh Amerika dibandingkan rencana penambahan bujet militer yang diusulkan oleh McCain. Menurut Obama telah terbukti bahwa selama ini perang Irak dan Afganistan adalah kebijakan yang salah dan Amerika telah gagal mengantisipasi konflik antar keyakinan di Irak yang menyebabkan pertumbahan darah terus terus. Perang tersebut terbukti tidak menghasilkan apapun bagi AS bahkan telah mengklaim lebih banyak nyawa tentara AS yang ditugaskan disana. Bahkan AS akan dicap sebagai negara diktator karena kerap menggunakan kekuatan militer dalam menyelesaikan sengketa antar negara.
Apa yang saat ini sangat merisaukan jutaan warga AS adalah krisis keuangan di negara tersebut akibat subprime mortgage yang tidak menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Bahkan beberapa hari terakhir ini semakin parah ditandai dengan kebangkrutan beberapa perusahaan raksasa seperti Lehman Brothers, Fannie Mae, Freddie Mac, akuisisi Merrill Lynch oleh Bank of America, dan kembang kempisnya American Insurance Group (AIG). Warga AS juga khawatir apakah uang mereka yang digunakan oleh pemerintahnya untuk menyelamatkan perusahaan-perusahaan yang terancam kebangkrutan sebesar US$700 milyar (atau senilai Rp6.300 trilyun) akan berhasil mengeluarkan Amerika dari krisis atau bahkan lenyap tanpa bekas. Efek terbesar bagi warga AS dari krisis tersebut adalah angka pengangguran yang akan semakin bertambah jika krisis tidak segera diselesaikan.
Obama menunjukkan kepedulian (caring) dengan mengangkat masalah krisis keuangan ini sebagai isu sentral dalam kampanye-kampanyenya. Menurut Cary Cavitt dalam tulisannya di ezine articles yang bertajuk "The Secret to Winning Customers to Your Side" menulis bahwa "caring is a sure way to win customer loyalty. This is because everyone is attracted to those who genuinely care. This attitude also builds trust and loyalty because our customers will sense that we are looking out for their best interests".
PELANGGAN AKAN MENGHARGAI APA YANG MEREKA TIDAK BISA BELI
Salah satu kunci kemenangan Obama atas Hillary pada preliminary elections partai Demokrat adalah bahwa Obama digambarkan sebagai sosok laki-laki yang berperangai dan memiliki sikap yang hangat dan lembut. Suaranya begitu ramah dan bersahaja. Selain itu kharisma, murah senyum, pembicara yang cerdas, hubungan yang baik dan bersahabat dengan para pemilih maupun bukan pemilih, merupakan beberapa karakter Obama yang sangat mengesankan. Hillary pernah mengalami masalah keluarga akibat perselingkuhan suaminya Bill Clinton sehingga dalam beberapa kesempatan kampanye tampak lebih emosional. Bandingkan misalnya senyum Obama dengan McCain. McCain adalah seorang veteran perang selama puluhan tahun. Sikapnya yang keras dan tegas menyebabkan mimik wajahnya terlihat lebih serius dan senyum yang sangat jarang. Senyum yang tulus adalah salah satu nilai tambah Obama. Bagaimana tim kampanye McCain mengantisipasi hal ini? Mereka akhirnya menawarkan Sarah Palin sebagai cawapres McCain untuk mengimbangi sisi kerasnya. Palin adalah seorang wanita, ibu dari beberapa anak, dan gubernur negara bagian yang kecil di AS, tetapi dikenal sebagai sosok yang bersahabat. Karakter-karakter seperti murah senyum, pribadi yang hangat dan bersahabat, tenang, dan kharismatik merupakan karakter-karakter yang cukup jarang dimiliki oleh seorang politisi. Mungkin ada tudingan bahwa Obama sekedar bersandiwara karena dia sedang berkampanye. Tetapi para pemilihnya tentu bisa mengetahui mana sikap yang dibuat-buat mana sikap yang tulus. Ketulusan ditambah karakter-karakter positif tadi sangat dihargai para pemilih dan meningkatkan keyakinan mereka akan kualitas pribadi pilihannya.
Menurut Daryl Des Marais dalam tulisannya yang berjudul "What is Great Customer Service" menulis bahwa "the most successful businesses build relationships with customers. Having left your business with a memorable and positive impression is the most important thing". J.C. Penney pernah berkata "every great business is built on friendship".
MANUSIA LEBIH PENTING DARIPADA TEKNOLOGI
Obama dan McCain tahu bahwa manusia jauh lebih penting daripada teknologi. Itulah sebabnya mengapa mereka lebih senang kampanye secara door-to-door, mass rally, dan melakukan orasi-orasi di kampus-kampus atau tempat-tempat publik lain. Mereka juga melakukan kampanye melalui media elektronik atau internet tetapi kampanye secara langsung kepada para pemilihnya jauh lebih intens dilakukan.
Menurut para pakar, ada lima elemen manajemen komunikasi yang dimiliki Obama yang bisa dipelajari dalam memasarkan suatu ide atau gagasan yang disebut sebagai 5C (Complete, Concise, Consideration, Clarity, dan Courtesy). Complete adalah menyajikan gagasan secara lengkap dan koheren, tidak parsial atau sepotong-sepotong. Concise adalah menyampaikan gagasan secara ringkas dan padat, tidak bertele-tele. Consideration adalah mempersiapkan gagasan dengan melihat dari sudut pandang penerima gagasan dan berusaha berempati dengan kondisi yang sedang dialami penerima gagasan tersebut. Clarity adalah mampu mengartikulasikan gagasan dengan jelas dan mengalir. Courtesy adalah menyampaikan gagasan secara santun, elegan, persuasif, sehingga bisa menumbuhkan respek penerima gagasan. Kemampuan komunikasi inilah yang menjadi nilai tambah Obama di mata para pemilihnya dibandingkan gaya komunikasi McCain yang cenderung secara agresif selalu berusaha menyudutkan lawan politiknya.
Saat ditanya apa faktor paling penting yang menyebabkan pelayanan Ritz-Carltons Hotel menjadi legenda, van Grinsven menjawab "it is absolutely our employees. They are primary, and we can never let technology get in the way of face-to-face dialoque". Menurutnya para karyawan "enhance, keep, and undermine their brand to create great memories. Outstanding memories are almost always because of interactions with a person. People, not things, animate your business".
Menjadi service excellence dalam setiap aspek sebenarnya bukan merupakan hal yang sulit untuk dilakukan. Kuncinya adalah seperti kata Aristotle "we are what we repeatedly do. Excellence then, is not an act, but a habit". Jika service excellence sudah mendarah daging dalam jiwa segenap insan Bank Mandiri, menjadi service leader, bahkan service legend Insya Allah akan bisa diwujudkan.

0 komentar: